Alkisah, ada tiga detektif cantik bekerja untuk jutawan
misterius Charles “Charlie” Townsend. Mereka, Sabrina Duncan, Jill
Munroe, dan Kelly Garrett, tak pernah bertemu muka dengan Charlie.
Mereka hanya dengar suara Charlie saat sang bos memberikan penugasan
lewat speakerphone Western Electric.
Kisah petualangan tiga detektif dalam serial televisi Charlie’s Angels itu tayang perdana di stasiun televisi ABC pada malam 22 September 40 tahun lalu. Selama dua tahun berturut-turut, Charlie’s Angels jadi salah satu serial televisi paling laris di Amerika Serikat.
Di dunia nyata, di Indonesia hari ini, ada pula “angels” yang bekerja untuk sosok “misterius”, Jack. Salah satu “Jack’s Angels” itu, kebetulan pula bernama Angel, berasal dari Lampung. Dia tak semisterius Jack. Tapi Angel—dia mengaku itulah nama dia sebenarnya—menolak menyebutkan nama lengkap dan tak mau difoto.
Sudah lebih dari 12 tahun Angel bekerja untuk Jack, pendiri Detektif Perselingkuhan. Tapi tak sekali pun dia pernah bertatap muka dengan Jack. Angel menerima tugas dari Jack hanya lewat telepon atau pesan singkat. Hal itu bukan soal penting bagi Angel.
“Gua juga enggak tahu Jack itu nama benar apa nama samaran. Tapi gua kan sudah termasuk lama di bisnis ini dan baik-baik saja. Enggak masalah sih…. Gua juga enggak penasaran selama lancar pembayarannya,” kata Angel, sang detektif partikelir, enteng.
Setelah menerima tugas dari Jack, Angel tak banyak tanya lagi. Ia paham tak bisa pilih-pilih kasus. Sebab, menurut Angel, tugas dari Jack dibagikan secara acak kepada 250 agen yang tersebar di pelbagai kota di Indonesia. Tak seperti Angels, anak buah Charlie yang sering mendapat tugas memburu penjahat, seperti nama perusahaannya, “angels” anak buah Jack lebih banyak berurusan dengan pasangan yang tak setia.
Klien pertama yang ditangani Angel adalah seorang istri yang tinggal di sebuah apartemen di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Sang istri curiga, suaminya kadang membawa perempuan selingkuhannya ke apartemen mereka saat dia tak ada. Angel kala itu masih “hijau” dalam urusan buntut-membuntuti. Dia baru saja bergabung dengan Detektif Perselingkuhan. Tugas Angel adalah mengumpulkan bukti perselingkuhan sang suami. Entah berupa foto atau video.
Namanya “anak kemarin sore”, Angel sempat grogi. “Agak susah karena apartemennya sulit ditembus selain penghuni.... Dalam hati gua bilang wah susah juga ya kerjaannya. Kalau tidak bisa menembus target sendiri, bagaimana ini?” Angel menuturkan pengalamannya sebagai detektif baru. “Tapi justru di situlah menariknya. Bikin penasaran, karena setiap kasus butuh teknik dan taktik berbeda.”
Sekarang Angel sudah bukan lagi “detektif kemarin sore”. “Sudah ratusan kasus yang gua tangani dari 2005. Dari klien sipil, pejabat pemerintah, artis, hingga pengusaha. Dari semua kalangan ada, bahkan anak kuliah dan SMA,” Angel membeberkan panjang pengalamannya. Rata-rata masalahnya sama: mereka curiga pasangannya tak setia.
Di Jakarta, juga sejumlah kota lain, ada banyak “biro” detektif yang menawarkan rupa-rupa jasa. Dari membuntuti suami atau pacar yang dicurigai selingkuh, mencari orang hilang, menelusuri aset dan klaim asuransi, sampai menyelidiki pencurian dalam perusahaan. Dua di antaranya Detektif Perselingkuhan dan Detektif Nusantara. Detektif ini fokus menggarap “pasar” perselingkuhan. Urusan yang satu ini sepertinya memang melahirkan banyak kasus.
Gua juga enggak tahu Jack itu nama benar apa nama samaran. Tapi gua kan sudah termasuk lama di bisnis ini dan baik-baik saja.”
Angel, salah satu agen di Detektif Perselingkuhan
Biasanya Angel menggarap kasus berdua. Dia tak pernah membawa alat atau perlengkapan membela diri. Sebab, kata Angel, seorang detektif swasta tidak perlu bersentuhan langsung dengan si target. Misinya hanyalah mendapatkan bukti perselingkuhan dalam bentuk foto atau video. Dan bukti tersebut diambil dari jarak jauh. Terkadang ia juga harus menggunakan teknik penyamaran untuk menyelinap ke sebuah daerah yang pengamanannya lebih ketat.
Demi membuntuti suami, istri, atau pacar yang berselingkuh, Angel pernah sampai perlu terbang ke Singapura dan Malaysia. “Dalam kasus sesulit apa pun, pasti ada celahnya. Kalau kita sudah tahu nomor apartemen dan letak lantainya, itu lebih gampang lagi. Masuknya bisa dengan menyamar jadi kurir,” kata Angel. Dia melewati petugas keamanan dengan mulus. Tak sampai 20 menit, ia keluar dengan percaya diri.
Entah bagaimana caranya, foto dan video bukti perselingkuhan telah Angel dapatkan.
Di lapangan, kadang urusan tak segampang urusan di atas kertas. Ada kalanya, dia tersandung masalah juga. Pernah satu kali dia tertangkap basah memata-matai atau mengambil gambar si target. Kejadian semacam ini sudah beberapa kali terjadi, terutama jika berurusan dengan target yang punya pengalaman dibuntuti.
Kalau urusannya sudah seperti ini, jalan satu-satunya untuk mengelabui mata target adalah mengganti agen detektif. “Kami menyebut kejadian seperti ini kasus sampah. Jadi si klien sudah minta beberapa detektif membuntuti si target,” Angel menuturkan. Tepergok target bukan masalah besar bagi para “angel”. “Tak usah panik. Soalnya, si target juga enggak akan berani melapor ke polisi. Karena dia sendiri juga punya salah, yaitu berselingkuh.”
Bukan tanpa alasan jika para “angel” ini banyak
perempuan. Target, yang sebagian besar laki-laki, biasanya tak gampang
menaruh curiga kepada perempuan. Angel kecemplung jadi detektif kasus
perselingkuhan lewat seorang teman nongkrong di kafe. Waktu itu,
dia sudah bekerja sebagai tenaga lepas pemasaran. Sekolahnya pun tak ada
hubungan sama sekali dengan dunia detektif swasta.
Suatu kali, teman nongkrong itu bertanya kepada Angel. “Lu mau ikut enggak?” Angel menirukan tawaran temannya. Tak ada wawancara, apalagi tes psikologi segala macam. Bukan prestasi sekolah yang jadi syarat menjadi detektif. Menurut Angel, hanya dengan satu-dua kali ngobrol, mereka bisa menaksir apakah seseorang cocok menjadi “angel”. Vega, salah satu “angel” dari Bandung, juga melewati proses “rekrutmen” serupa. Semula dia menyangka tawaran menjadi detektif partikelir ini hanya main-main.
Detektif, kata Vega, hanya dia bayangkan ada di acara televisi.
Selama bertahun-tahun membuntuti macam-macam orang, Angel dan Vega sudah melihat rupa-rupa kelakuan orang. “Dari semua kasus yang kami terima, 80 persen terbukti benar-benar berselingkuh,” kata Angel. Untuk membuktikan apakah sang suami atau istri berselingkuh, segala macam cara dikerjakan para “angel” untuk mendapatkan bukti. Pura-pura menjadi kurir atau menyamar jadi pekerja seks tak satu-dua kali mereka lakukan.
Sekali waktu, Vega, yang tak pernah masuk diskotek, terpaksa ikut dugem. ”Mau-enggak mau harus ke diskotek karena target masuk ke sana,” kata Vega. Pernah pula dia harus benar-benar memeras keringat lantaran harus setengah berlari membuntuti target yang ada dalam mobil. Semula dia membuntuti dengan sepeda motor. Lantaran terjebak macet panjang, dia parkir sepeda motor di pinggir jalan dan berlari kecil mengejar mobil sasaran. “Lumayan gempor juga.”
Suatu kali, teman nongkrong itu bertanya kepada Angel. “Lu mau ikut enggak?” Angel menirukan tawaran temannya. Tak ada wawancara, apalagi tes psikologi segala macam. Bukan prestasi sekolah yang jadi syarat menjadi detektif. Menurut Angel, hanya dengan satu-dua kali ngobrol, mereka bisa menaksir apakah seseorang cocok menjadi “angel”. Vega, salah satu “angel” dari Bandung, juga melewati proses “rekrutmen” serupa. Semula dia menyangka tawaran menjadi detektif partikelir ini hanya main-main.
Detektif, kata Vega, hanya dia bayangkan ada di acara televisi.
Selama bertahun-tahun membuntuti macam-macam orang, Angel dan Vega sudah melihat rupa-rupa kelakuan orang. “Dari semua kasus yang kami terima, 80 persen terbukti benar-benar berselingkuh,” kata Angel. Untuk membuktikan apakah sang suami atau istri berselingkuh, segala macam cara dikerjakan para “angel” untuk mendapatkan bukti. Pura-pura menjadi kurir atau menyamar jadi pekerja seks tak satu-dua kali mereka lakukan.
Sekali waktu, Vega, yang tak pernah masuk diskotek, terpaksa ikut dugem. ”Mau-enggak mau harus ke diskotek karena target masuk ke sana,” kata Vega. Pernah pula dia harus benar-benar memeras keringat lantaran harus setengah berlari membuntuti target yang ada dalam mobil. Semula dia membuntuti dengan sepeda motor. Lantaran terjebak macet panjang, dia parkir sepeda motor di pinggir jalan dan berlari kecil mengejar mobil sasaran. “Lumayan gempor juga.”
Yang susah membuktikan perselingkuhan, menurut Angel, adalah jika target mereka tampak seperti orang alim. Berhari-hari membuntuti tetap tak menemukan bukti. “Kami jadi bertanya-tanya, apa dia memang bersih dan kasus ini hanya berdasarkan kecurigaan dari pasangannya? Ataukah target punya hubungan jarak jauh dengan selingkuhannya?” kata Angel. Kasus seperti ini sama susahnya dengan membuntuti pejabat atau pengusaha yang dikelilingi banyak pengawal.
Jika terantuk kasus semacam ini, mereka bakal butuh waktu lebih lama untuk mendapatkan bukti. Tentu saja juga makan ongkos lebih besar. Tinggal bagaimana kemauan sang klien, apakah investigasi lanjut atau putus tengah jalan. Bagi Vega dan Angel, mereka tak mendapatkan gaji tetap, melainkan berdasarkan jumlah kasus yang mereka kerjakan dan tingkat kesulitannya.
“Semakin cepat ngerjain-nya ya makin besar bayarannya,” ujar Angel. Dalam satu bulan Angel dan Vega dapat menerima hingga tiga kasus. Untuk satu kasus besar, Angel mengaku dapat mengantongi honor hingga Rp 20 juta.
Reporter/Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Luthfy Syahban
Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.
Sumber dari : x.detik
Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Luthfy Syahban
Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.
Sumber dari : x.detik
No comments:
Post a Comment